HATI HATI BERTESTIMONI

# Pelajaran dari “Buah Merah Penyembuh AIDS”


Sempat heboh pemberitaannya di Indonesia “Buah merah bisa menjadi obat AIDS”. Sumbernya ternyata adalah testimoni seseorang penderita AIDS yang diberitakan sembuh dengan buah merah. Akhirnya ia dibawa ke jakarta memberikan tesimoni dan menjadi berita yang cukup menghebohkan dunia medis.
Contoh beritanya mudah kita dapatkan, misalnya:
http://buahmerahwamena.com/testimony.html
Akan tetapi dalam selang beberapa lama (ada yang bilang 3 bulan ada 1 tahun), yang memberikan testimoni sembuh dari AIDS dengan buah merah meninggal karena komplikasi AIDS.
Beritanya juga bisa mudah didapatkan, misalnya:
http://spiritia.or.id/art/bacaart.php?artno=1040
(kami meminta maaf bagi keluarganya, semoga keluarganya mendapatkan yang terbaik)

Poin yang perlu kita kaji:
1.Sekedar testimoni saja belum bisa membuktikan bahwa obat atau metode pengobatan tersebut bagus
Karena testimoni sangat banyak faktornya, setiap orang berbeda-beda keadaannya. Belum lagi testimoni yang kurang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya

2.Jika kita mendapat info “buah merah sebagai obat AIDS”
Tentu kita bertanya-tanya:
-Bagaimana cara minumnya?
-Diapakan buah merahnya (cara mercik jadi obat)
-Berapa banyak buah merah yang diminum agar menjadi obat?
-bisakah diberikan kepada bayi dan anak-anak dan dosisnya apakah sama?
-dan masih banyak pertanyaan lainnya terkait buah merah bisa menjadi obat

Thibbun nabawi dan sebagai hebal yang masih TERLALU GENERAL dan perlu penjelasan
Demikian pula thibbun nabawi, dalam Al-Quran dan hadits masih “TERLALU GENERAL” bahkan hanya disebutkan BAHANNYA SAJA

Misalnya tentang madu sebagai obat bagi manusia
Allah Ta’ala berfirman,

يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah ta’ala) bagi orang-orang yang memikirkan.” (An-Nahl: 69)

Atau habbatus sauda dalam hadits,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ هَذِهِ الحَبَّةَ السَّوْدَاءَ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ، إِلَّا مِنَ السَّام

”Sesungguhnya pada habbatussauda’ terdapat obat untuk segala macam penyakit, kecuali kematian” (Muttafaqun ‘alaihi)

Sama seperti “buah merah” madu dan habbatus sauda masih sangat general dan bahannya saja.
Karenanya ulama menjelaskan bahwa suatu pengobatan perlu dosis dan indikasi.

Ibnu hajar Al-Asqalani rahimahullahu berkata,

فقد اتفق الأطباء على أن المرض الواحد يختلف علاجه باختلاف السن والعادة والزمان والغذاء المألوف والتدبير وقوة الطبيعة…لأن الدواء يجب أن يكون له مقدار وكمية بحسب الداء إن قصر عنه لم يدفعه بالكلية وإن جاوزه أو هي القوة وأحدث ضررا آخر

“Seluruh tabib telah sepakat bahwa pengobatan suatu penyakit berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan umur, kebiasaan, waktu, jenis makanan yang biasa dikonsumsi, kedisiplinan dan daya tahan fisik…karena obat harus sesuai kadar dan jumlahnya dengan penyakit, jika dosisnya berkurang maka tidak bisa menyembuhkan dengan total dan jika dosisnya berlebih dapat menimbulkan bahaya yang lain.” (Fathul Baari  10/169-170, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, Asy-Syamilah)

Sama juga dengan herbal, jika kita dapat info:
-Buah mengkudu bisa mengobati penyakit ini
-Buah ini bisa mengobati penyakit itu
Maka pertanyaannya sama juga

Penting juga kemampuan mendiagnosa
Seandainya jika sudah terjawab bagaiamana dosis dan indikasi buah merah sebagai obat AIDS. Maka yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah:
“Bagaimana saya tahu pasien adalah penderita AIDS sehingga saya bisa mengobati?”

jawabannya:
tentu dengan mempelajarinya dan ini butuh waktu yang tidak sebentar, tidak bisa hanya teori saja tetapi perlu melihat dan memeriksa pasien serta mengikuti perkembangan penyakitnya. Bisa kita katanya ini butuh waktu bertahun-tahun agar mahir.

Tidak bisa juga kita “MENDIAGNOSA TERLALU GENERAL” juga
Misalnya setelah memeriksa telapak tangan kemudian berkata:
“Penyakitnya di lambung pak”
tentu kita akan bertanya-tanya, sakit dilambung apa? Maag? Tukak? Infeksi bakteri atau apa dan tentu penanganannya berbeda-beda.

Mari para tenaga kesehatan muslim, kita kembangkan thibbun nabawi . Masyarakat Indonesia, mari kita kembangkan herbal asli indonesia.

Kami tutup dengan pesan dari Imam Syafi’i rahimahullah,

ضَيَّعُوا ثُلُثَ العِلْمِ وَوَكَلُوهُ إِلَى اليَهُوْدِ وَالنَّصَارَى.

“Umat Islam telah menyia-nyiakan sepertiga Ilmu (ilmu kedokteran) dan meyerahkannya kepada umat Yahudi dan Nasrani.” (Siyar A’lam An-Nubala  Adz-Dzahabi 8/258, Darul Hadits, Koiro, 1427 H, Asy-Syamilah)

NOTE:
Semua metode pengobatan sam baiknya, ahli herbal, praktisi thibbun nabawi dan kedokteran modern sama baiknya asalkan lakukan oleh ahlinya yang berilmu, berkompeten dan berpengalaman. Sebagai orang Indonesia kita (khususnya tenaga kesehatan) harus mengembangkan dan memajukan herbal, resep asli Indonesia yang sudah turun-temurun. Dan sebagai seorang muslim tentu kita harus bertekad agar thibbun nabawi  berjaya dan dikenal oleh dunia Internasional. Kita berdoa semoga herbal indonesia dan thibbun nabawi bisa berkelas Internasional dan menjadi pengobatan rujukan penduduk bumi.
Akan tetapi yang namanya pengobatan tentu harus sesuai dengan prinsipnya, yaitu mampu mendiagnosa penyakit dengan tepat dan ini perlu belajar lama untuk mengenal dan mengikuti perjalanan penyakit pada pasien dan ciri-ciri serta gejalanya. Kemudian yang tidak kalah pentingnya juga yaitu mengenal dosis dan indikasi obat tersebut.
Ini adalah salah satu tugas bagi kita dalam memajukan herbal dan thibbun nabawi, karena beberapa herbal dan thibbun nabawi masih terlalu general. Perlu penelitian dan ilmu thabib di zaman dahulu, untuk thibbun nabawi perlu penjelasan ulama juga. Jangan sampai praktek herbal dan thibbun nabawi tidak sesuai dengan prinsip pengobatan dan malah menjadi bumerang (alhamdulillah yang seperti ini mungkin sedikit)

________


Artikel ini telah dimuraja’ah dan di-review oleh:

1. Ustadz Yulian Purnama, S.Kom
(Kontributor Muslim.or.id)

2. dr. M. Saifuddin Hakim, M.Sc, PhD
S2 (MSc) Erasmus Medical Center (EMC) Rotterdam dalam bidang Infeksi dan Imunologi (2011-2013). S3 (PhD) di EMC-Postgraduate School bidang Virologi Molekuler (Nov 2014 – 2018)                                                                          

SUMBER : https://muslimafiyah.com/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DAURAH TAKWINIAH ULA